Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini memproses permohonan uji materiil yang diajukan oleh sejumlah pemohon terkait Undang-Undang Kementerian Negara. Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar frasa “wakil menteri” ditambahkan dalam Pasal 23 Undang-Undang tersebut. Permohonan ini diharapkan dapat menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga berlaku untuk wakil menteri, sesuai dengan putusan Mahkamah Nomor 80/PUU-XVII/2019.
Pemohon mencermati bahwa ketentuan dalam Pasal 27B dan Pasal 56B Undang-Undang BUMN belum memberikan kejelasan mengenai jabatan yang dilarang diisi secara bersamaan oleh dewan komisaris dan dewan pengawas. Mereka berpendapat, hal ini berbanding terbalik dengan larangan yang diterapkan pada dewan direksi, di mana ketentuan lebih tegas diatur dalam Pasal 15B dan 43D. Kekosongan norma ini dianggap bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil.
Para pemohon juga menyoroti bahwa dewan komisaris serta dewan pengawas BUMN tidak dihalangi untuk merangkap jabatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, termasuk posisi dalam partai politik atau sebagai calon kepala daerah. Oleh sebab itu, mereka meminta agar aturan mengenai larangan rangkap jabatan untuk dewan komisaris dan dewan pengawas disamakan dengan dewan direksi.
Dalam sesi nasihat hakim, Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi, menyarankan agar pemohon lebih memperjelas argumen mereka mengenai pertentangan norma yang diuji. Dia juga memberikan masukan agar pemohon mempertimbangkan perbandingan dengan sistem presidensial di negara lain. Sementara itu, mengenai pengujian Pasal-pasal di Undang-Undang BUMN, Enny menjelaskan bahwa prosesnya sedang dalam tahap uji formil.