18 Agustus 2025 – Amnesty International Indonesia menyoroti maraknya pejabat dengan latar belakang militer di era pemerintahan Prabowo Subianto. Organisasi ini berpendapat bahwa keberadaan militer dalam posisi-posisi sipil menunjukkan kurangnya kepercayaan presiden terhadap kapasitas birokrasi sipil dalam mengelola pemerintahan.
Juru bicara Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, menyatakan bahwa presiden lebih memilih memberi amanah kepada anggota TNI, baik aktif maupun purnawirawan, untuk menangani permasalahan di sektor-sektor sipil. “Ada pandangan bahwa militer lebih tegas dan disiplin, sehingga dianggap mampu menjadi solusi,” ungkap Haeril melalui sambungan telepon.
Namun, menurut Haeril, cara pandang itu keliru. Sejak 1998, pemerintah seharusnya fokus pada reformasi birokrasi sipil, bukan dengan menempatkan aktor militer di posisi-posisi tersebut. Beberapa pejabat penting dengan latar belakang militer, seperti Mayor Jenderal TNI Ahmad Rizal Ramdhani yang baru diangkat sebagai Direktur Utama Perum Bulog, memperkuat pandangan ini. Sebelumnya, posisi tersebut dipegang oleh Letnan Jenderal Novi Helmy Prasetya yang kembali bertugas di militer.
Di kabinet Prabowo, terdapat sejumlah pejabat militer aktif dan purnawirawan, termasuk Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dan Jenderal TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menteri Pertahanan. Penempatan ini dianggap mengganggu sistem meritokrasi di instansi pemerintah. Haeril berpendapat bahwa pegawai negeri sipil memiliki hak untuk berkompetisi dengan adil, dan aspirasi mereka untuk berkembang dalam karir bisa terhambat akibat pengisian jabatan oleh kalangan militer tanpa kriteria yang jelas.
Hingga berita ini diturunkan, upaya untuk mendapatkan konfirmasi dari pihak istana dan TNI belum mendapatkan tanggapan.