Monotoneminimal.com – Di tengah upaya meningkatkan ekonomi kreatif (ekraf) Indonesia, Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) mengusulkan tambahan anggaran besar untuk tahun 2026. Proposal tersebut adalah dari Rp528 miliar menjadi Rp1,06 triliun, yang dianggap Kemenekraf sebagai “tangga raksasa” untuk memajukan sektor ini.
Namun, langkah ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. DPR sebagai lembaga legislatif berperan penting dalam menentukan nasib anggaran tersebut. Mereka pun mempertanyakan efektivitas anggaran jumbo itu, apakah akan benar-benar membawa kemajuan atau sebaliknya justru menjebak dalam masalah yang lebih besar.
Kemenekraf menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ekraf sebesar 5,66 persen, dengan proyeksi ekspor mencapai 27,85 miliar dolar AS pada tahun 2026. Meski optimisme tinggi, risiko besar tetap mengintai. Jika dana tidak dikelola secara efektif, hasilnya dapat berujung pada kurangnya lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat yang stagnan.
Fokus Kemenekraf tidak hanya di area perkotaan, tetapi juga pada pemberdayaan desa. Melalui program Pemberdayaan Desa Kreatif dan pelatihan untuk UMKM, diharapkan masyarakat dapat turut serta dalam pertumbuhan ekonomi. Kemenekraf ingin membangun “tangga-tangga kecil” di desa sebagai sarana pengembangan usaha.
Namun, ada suara skeptis dari kalangan ekonom yang mengingatkan akan ketidakpastian kondisi makroekonomi yang dapat memengaruhi proyeksi pertumbuhan. Mereka menekankan pentingnya strategi dan kolaborasi untuk menjamin keberhasilan pengembangan ekraf.
Dengan tantangan yang ada, langkah-langkah yang diambil Kemenekraf diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat luas dan menciptakan peluang yang lebih baik di masa depan.